Langsung ke konten utama

Dulu...

Dulu, aku punya seorang Ayah yang ku panggil Papa...

Terlahir sebagai anaknya, aku merasa bangga. Memiliki sosok Papa yang sangat luar biasa, aku merasa menjadi anak yang paling istimewa.


"Kamu anak siapa?" "Ohh kamu anaknya si fulan, ya? Wahh saya kenal baik dengan beliau." "Pantas saja namamu tak asing. Ternyata kamu anaknya si fulan..." Selalu begitu, dimana pun, dan kapan pun.


Dulu, karena beliau aku suka nonton bola. Club favoritku adalah Persija. Ya, aku pernah menjadi the jack mania. Pemain kesukaanku adalah Bambang Pamungkas. Setiap pulang sekolah aku selalu menonton pertandingan bersama Papa. Tidak banyak bicara, namun sangat manis.


Aku ingat Papa pernah memergoki ku membaca sebuah buku novel. Aku dimarahi karena dianggap belum cukup umur untuk membaca novel percintaan. Tapi mama membela dan Papa tetap tidak memperbolehkan. Lucu memang, tapi sangat manis.


Ada juga momen yang paling ku ingat. Ketika aku baru saja sampai dirumah dari perjalanan jauh untuk mengikuti acara festival menyanyi, dan Papa langsung menyambutku dengan nyanyiannya. Sambil memelukku, beliau menyanyikan lagu Indonesia Pusaka. Aku malu karena masih ada teman-temanku. Tapi, sepertinya beliau sangat bangga melihatku pulang. Aku merasa sangat disambut. Dan rumah terasa hangat bagiku.


Pernah ada kejadian aku keluar dari gedung sekolah dalam keadaan pakaian yang basah dan menangis. Beliau bertanya, "Kenapa? Siapa yang membuatmu menangis? Katakan siapa orangnya." Ketika melihat tersangkanya beliau langsung memarahinya, dan mengancam untuk tidak menggangguku. Aku terlindungi. Aku merasa aman.


❤❤❤


Waktu itu entah mengapa setiap hari aku merasa khawatir. Pulang dari sekolah aku memeriksa kamarnya, memperhatikannya. Beliau selalu tertidur ketika aku pulang sekolah. Perlahan aku mengawasinya. "Oh, masih bernafas." Setiap hari aku berkata seperti itu, dalam hati. Seakan aku tahu bahwa waktu tak banyak lagi. Mungkin ini adalah akhir dari rasa sakitnya. Entah dari mana pikiran tersebut terlintas dikepalaku.


Aku kehilangan seorang pahlawan. Pelindungku pergi disaat umurku akan menginjak 16 tahun. Umur keemasanku tak sempurna tanpa kehadiran seorang Ayah.


Sempat terfikir olehku. Bagaimana rasanya jika sosok Papa diumurku saat ini masih ada? Mungkin aku menjadi anak yang paling bahagia di dunia. Tidak bertemu dengan beberapa pria jahat, tidak diijinkan bertemu dengan pria tanpa komitmen pastinya.


Melihat anak lainnya masih bisa bercanda dengan Ayahnya, aku cemburu. Melihat mereka masih bermanjaan dengan Ayahnya aku sedih. Aku ingin seperti mereka. Aku juga ingin mengadu jika aku terluka, aku lelah, aku kesulitan, dan aku juga ingin dikhawatirkan. Ya, aku ingin dikhawatirkan... 


"Pa, anakmu kini sudah dewasa. Temui aku didalam mimpi. Aku menunggumu. Aku ingin menyapamu. Tolong tanyakan kabarku. Biarkan aku memelukmu. Sudah sangat lama aku tidak merasakan pelukan hangatmu. Tolong manjakan aku didalam mimpiku. Pa, maafkan anakmu karena belum menyapa. Aku akan datang dengan do'a. Pa, aku merindukanmu..."


Rabu, 15 Desember 2021

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dia Yang Ku Panggil Sayang Dengan Mesra

Dia si anak keras kepala dan si tukang ngegas . Begitulah aku menggambarkannya. Sosok laki-laki yang tak pernah terpikir olehku akan hadir mengisi sepinya hati. Tidak banyak yang istimewa tapi dengannya aku belajar tentang sabar dan mengalah. Bayangkan, aku yang tidak suka mengalah dan berjiwa bebas berakhir dewasa. Tapi dia adalah orang yang ku panggil sayang dengan penuh kehangatan. Aku selalu menunggu kabarnya, setiap hari. Aku ingin tau apa yang ia lakukan hari ini, apa yang membuatnya kesal, selalu ingin tau apa yang ia makan, dan bagaimana lelahnya ia bekerja hari itu. Terlihat membosankan, tapi bagiku penting. Ada begitu banyak hal yang harus dipikirkannya, ada segala macam kecemasan yang menghantuinya. Menjadi dia tidaklah mudah. Aku memandangi wajah laki-laki itu dengan perasaan gundah. Bertanya-tanya ada apa dengan raut wajahnya itu. Apa yang sedang ia pikirkan? Kenapa selalu terlihat cemas? Dengan raut wajah itu aku tau bahwa otaknya tidak pernah berhenti berpikir. Rasanya i...

576 Days

Aku hanya belum terbiasa sendiri tanpamu, setelah sekian lama aku terus bersamamu membuatku tak sanggup melepaskan semuanya. Tidak, aku harus sanggup. Bagaimanapun caranya aku harus mampu. Karena semuanya sudah tak seimbang. Aku bertahan hanya karena egoku yang tetap mencintainya sedangkan ada satu pihak yang tak seperti itu. Sesungguhnya itu adalah kode dimana kita disuruh untuk pergi. Pada dasarnya semua ini masih bisa berjalan mulus, hanya saja yang dicintai tak lagi mencintai. Hehe, semua sudah menjadi cerita. Cerita yang akan menjadi kenangan, yang selalu kutanamkan dalam hati bahwa aku pernah sangat mencintaimu. Aku sadar semua tak akan bisa menjadi baik, semua akan menjadi buruk. Ketika aku tahu bahwa kau pergi jauh dan tak kembali, tentu itu sangat membuatku terluka. Tapi mau tak mau aku harus merelakannya. Tentu saja merelakan kau pergi bersama orang yang saat ini membuat kau nyaman. Mungkin nyamannya lebih baik dari nyamanku. Sehingga kau pergi dan tak lagi memandangku....